FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA GELAR TALK SHOW BAHAS “Perlindungan Perempuan Pasca Perceraian dan Korban KDRT"
12 Agustus 2025, 15:35:47 Dilihat: 42x
Fakultas Hukum Universitas Narotama kembali mengadakan talkshow rutinan setiap minggunya. Tema talk Show kali ini adalah “Perlindungan Perempuan Pasca Perceraian dan Korban KDRT” yang diselenggarakan pada hari selasa (29/7/2025) disiarkan secara langsung oleh KLIK Radio (100.5 FM) dan TikTok Live @klikfmsby. Talkshow ini dipandu oleh Dr. Nynda Fatmawati S.H., M.H. dengan narasumber utama Dr. Tanudjaja, S.H., C.N., M.H., M.Kn. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama sekaligus seorang Praktisi.
Dr. Tanudjaja, S.H., C.N., M.H., M.Kn. menyoroti urgensi perlindungan hukum bagi perempuan yang kerap menjadi kelompok rentan dalam konteks perceraian maupun kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan menekankan bahwa perlindungan hukum tidak hanya terbatas pada aspek pidana, tetapi juga menyangkut hak-hak perdata, psikologis, serta sosial-ekonomi yang wajib dijamin oleh negara dan masyarakat.
“Masalah perlindungan bukan hanya urusan perempuan, namun juga laki-laki. Namun karena perempuan sering dianggap sebagai makhluk lemah, maka negara harus memberikan perlindungan yang lebih. Dalam beberapa kasus, justru laki-laki bisa menjadi korban jika perempuan memiliki dominasi fisik atau mental”. Jelasnya. (29/7/2025).
Dr. Tanudjaja, S.H., C.N., M.H., M.Kn. memaparkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dan Undang-Undang Perkawinan, perempuan memiliki hak-hak khusus sebagai istri, termasuk hak atas nafkah, perlindungan dari kekerasan fisik maupun psikis, dan perlindungan dari penelantaran. Sebagai narasumber Dr. Tanudjaja, S.H., C.N., M.H., M.Kn juga menegaskan bahwa bentuk-bentuk KDRT seperti penelantaran memiliki konsekuensi hukum yang serius.
“Penelantaran dalam rumah tangga yang berujung pada KDRT bisa dikenai ancaman pidana berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang PKDRT, dengan sanksi hingga 15 tahun untuk luka ringan, 30 tahun untuk luka berat, bahkan hingga 45 tahun bila menyebabkan kematian”. Ujarnya. (29/7/2025).
Dalam konteks perceraian, isu harta gono-gini, hak asuh anak, serta kewajiban nafkah juga menjadi bagian penting dari perlindungan hukum. Dr. Tanudjaja menjelaskan bahwa ketika perceraian disebabkan oleh KDRT, hakim memiliki kewajiban untuk memutuskan dengan mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap korban, termasuk penentuan besaran nafkah berdasarkan kemampuan dan penghasilan pihak suami.
“Sayangnya, dalam praktiknya, eksekusi putusan pengadilan seringkali sulit. Ketika kewajiban nafkah tidak dijalankan sebagaimana mestinya, perempuan dapat mengajukan gugatan perdata baru. Dalam proses restorative justice, hal ini harus dibicarakan sejak awal agar ada kejelasan dan perlindungan yang adil”. Tambahnya. (29/7/2025).
Selengkapnya bisa cek di Youtube Fakultas Hukum Universitas Narotama !